Senin, 13 Februari 2012

Sejarah Gereja Asia

LAPORAN BACA
Nama               : Benalia Hulu
Semester          : IV (Empat)
Mata Kuliah    : Sejarah Gereja Asia
Dosen              : Yonas Muanley, M.Th
Buku               : Sejarah Gereja Asia
Pengarang       : DR. Anne Ruck

Kekristenan lahir di tempat antara Timur dan Barat, yakni Yerusalem. Dari segi geografis kota Yerusalem terletak diwilayah Asia Barat, tetapi dari segi polotis merupakan ibukota suatu propinsi kekaisaran Romawi yang berorientasi ke arah Eropa. Dari sinilah Tuhan Yesus mengutus murid-murid-Nya menjadi saksi ke Yudea, Samaria, sampai ke ujung bumi.  Masa pertama Gereja di Asia (sampai tahun 1500), menguraikan perluasan kekristenan pertama ke arah Timur, ke wilayah Timur Tengah, India dan sampai ke Cina. Orang Kristen Asia adalah orang yang pertama sekali memakai gedung gereja sebagai tempat beribadah dan yang pertama menerjemahkan Alkitab. Raja Kristen pertama adalah orang Asia.
Bagian Barat mengabarkan Injil di Asia (1500-1945), menguraikan sejarah gereja Asia pada zaman misi Gereja Barat. Periode tersebut merupakan periode yang paling kaya dari segi sumber-sumber historis, baik sumber primer maupun buku-buku dan lain-lain. Di Asia kekristenan menghadapi agama-agama dan kebudayaan kuat, yang sulit dimasuki Injil. Kesulitannya menimbulkan beberapa pertikaian, misalnya mengenai isu tentang kasta, upacara menghormati nenek moyang dan lain-lain. Penginjilan diarahkan pada golongaan masyarakat yang dianggap strategis. Berbeda dengan misi katolik, misi Protestan mengutamakan penerjemahan Alkitab sebagai langkah pertama pekabaran Injil. Gereja protestan menekankan Firman Tuhan (sola scriptura), ditambah lagi tersedianya Alkitab dalam bahasa setempat, memungkinkan gereja membentuk teologi kontekstual, tanpa bergantung terus pada hasil penafsiran orang-orang Barat.
            Tujuan misi Protestan adalah menanam serta mendidik gereja-gereja bumi putra mandiri. Beberapa gereja di Asia, terutama di Korea dan jepang, dengan cepat mencapai kemandirian ekonomi, sedangkan di negara lain gereja tetap bergantung pada dana dari luar. Orang Kristen setempat dipersiapkan jawab atau kekuasaannya. Perang Dunia II secara dratis menghentikan “masa remaja” gereja Asia, sehingga dipaksa untuk mencapai kemandirian. Kekristenan Asia pada periode 1945-90, menguraikan sejarah gereja-gereja dalam usaha mencapai kemandirian, serta mengembangkan kekristenan bergaya Asia abad ke-20.
Permulaan Gereja Di Asia
A.    Timur Tengah
Antiokhia, ibukota propinsi Siria, kota ketiga dalam Kekaisaran Romawi, menjadi pusat penginjilan kepada orang-orang bukan Yahudi. Di kota inilah para pengikut Yesus untuk pertama kalinya disebut ‘Kristen’. Gereja di Antiokhia menjadi gereja pengutus bagi perjalanan Paulus dan Barnabas ke propinsi Asia Kecil (Turki). Gereja di Antiokhia bertanggung jawab atas penggembalaan di daerah tersebut, sebagaimana tampak pada tujuh puncak surat tulisan Ignatius, Uskup Antiokhia, ketika ia sedang dibawa ke Kota Roma untuk dihukum mati pada tahun 107 M. Uskup Antiokhia berkuasa atas daerah di sebelah timur Laut Tengah. Dua negara besar yang berkuasa atas daerah Timur Tengah pada abad pertama adalah Roma dan Partia (kemudian disebut Persia). Dalam Kekaisaran Romawi ada beberapa faktor yang emnolong penyebaran Injil kearah Barat. Hukum dan tata-kenegaraan Romawi (pax Romana ‘Perdamaian Roma’) menjamin keamanan dan stabilitas.
Daerah-daerah di kawasan timur kurang stabil dibandingkan dengan Kekaisaran Romawi. Lembah Sungai Efrat, daerah yang berbatasan dengan Kekaisaran Romawi, tergoncang oleh peperangan antara Roma dan Partia/Persia. Namun, sistem perhubungan melalui jalan perdagangan (jalan sutra) dari Siria ke lembah Tigris-Efrat (Irak, Iran), menuju ke Cina, ataupun melalui arah perjalanan laut dari Mesir ke Arabia dan India sudah baik. Penyebaran Injil ke Asia mengikuti jalan-jalan perdegangan tersebut. Daerah timurjuga mempunyai bahasa bersama. Bahasa Siria (Arami), yang dipakai seluruh Mesopotamia, dan juga orang Yahudi untuk sehari-harinya. Terjemahan Alkitab dalam bahasa Siria menjadi sarana penginjilan yang penting. Bangsa Yahudi menjadi jembatan untuk penginjilan di seluruh daerah Timur Tengah.
B.     India
Menurut Kisah Rasul Tomas, setelah hari pentakosta kedua belas rasul membuang undi untuk menentukan ke mana setiap orang diutus untuk mengabarkan Injil. Di India, disuruh membangun istana un tuk Raja Gudnaphar. Akan tetapi, uang yang diterima untuk pembangunan istana diberikan oleh Tomas kepada orang miskin. Tomas menerangkan bahwa ia sedang membangun istana di sorga bagi Raja Gudnaphar. Raja itu sangat marah memenjarakan Tomas. Akan tetapi, sesudah Tomas melakukan beberapa mujizat bersama dengan adiknya Gad menerima ‘tiga tanda meterai kekristenan’, yaitu urapan minyak, babtisan dan perjamuan Kudus. Tomas berjalan jauh untuk mengabarkan Injil, sampai ia ditombak mati di bagian di india. Bukti menunjukkan bahwa seorang yang bernama Tomas pedagang memimpin suatu kelompok besar, 400 oarng Kristen, mengungsi pada Partia pada tahun 345, pada masa penghambatan. Sebuah patung perunggu telah ditemukan yang menggambarkan raja Malabar, Palli-Vanavar, yang meninggal kira-kira tahun 350. Patung raja tersebut dihiasi kalung dengan lambang salib, dengan teratai di tangahnya.
C.    Edessa
Di antara dua negara besar, Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Partia, terletak beberapa negara kecil yang berjuang dengan susah payah untuk mempertahankan kedudukan mereka sebagai negara merdeka. Salah satu negara kecil itu adalah kerajaan Osrhoene. Ibukotanya adalah Edessa, yang terletak di Sungai Daisan, anak Sungai Efrat, dekat jalan perdagangan antara Armenia dan padang gurun pasir di Siria. Edessa adalah kota pertama yang mempunyai gedung gereja. Orang-orang Kristen di Kekaisaran Romawi masa itu berkumpul di rumah-rumah jemaat untuk beribadat. Pada akhir abad ke-2 gereja di Edessa sudah mempunyai klerus. Menurut ajaran Addai, Uskup Edessa yang pertama adalah Addai dan ia mengangkat Aggai sebagai penggantinya. Aggai, tukang jahit kain sutra di istana, dibunuh atas perintah anak Abgar, orang yang tidak percaya. Kemudian Palut ditahbiskan sebagai uskup oleh Serapion, Uskup Antiokhia, menjelang akhir abad ke-2. Peristiwa tersebut membuktikan bahwa Uskup Antiokhia berwewenang atas Gereja Timur pada masa itu. Pada abad ke-3 gereja di Edessa sudah berkembang dan kuat. Pada tahun 216 kota Edessa direbut oleh Kaisar Caracalla, sehingga Osrhoene menjadi sebaian Kekaisaran Romawi.
D.    Kristologi dan Soteriologi Gereja Asia Purba
Agama Kristen lahir di suatu tempat dan pada suatu waktu di mana berbagai kebudayaan dan kepercayaan bertemu. Akarnya  ada dalam agama Yahudi. Dalam perkembangan teologi Kristen muncul berbagai perbedaan antara Gereja Timur dan Gereja Barat. Mengenai antara hubungan Allah dan manusia. Gereja Roma berpikir secara praktis dan etis. Pokok persoalan utama yang dibicarakan adalah kebenaran; yaitu masalah dosa dan akibat dosa, pertobatan, dan kasih karunia Allah dalam pengampunan dosa. Yesus dianggap terutama sebagai Juruselamat. Perjamuan Kudus diberi tempat yang pokok, oleh karena sakramen tersebut kematian Tuhan Yesus di Kayu salib kita peringati. Orang-orang Kristen Asia lebih menekankan perasaan dan pengertian daripada kelakuan. Pokok utama bagi gereja Asia adalah perbedaan antara yang abadi  dan yang fana; apa yang diketahui untuk memperoleh hidup yang kekal.
Kesimpulannya: kota Antiokhia menjadi pusat pekabaran Injil ke dunia bukan Yahudi. Sumber-sumber unutk penginjilan di luar Kekaisaran Romawi sebagian bergantung pada legenda-legenda. Namun, trdisi bahwa Rasul Tomas mendirikan gereja di India didukung oleh penemuan-penemuan ilmu purbakala lain. Sudah terbukti bahwa Injil cepat tersebar di lembah Tigris-Efra, dengan perkembangan gereja yang kuat, yang berpusat di kota Edessa. Terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Siria memainkan peran bermakna dalam perkembangan jemaat. Gereja Asia purba memandang Kristus dari segi pertentangan antara yang fana dan yang abadi, sebagai Guru dan Penebus. Pengertian Asia itu dianggap dualistis oleh beberapa tokoh Gereja Barat, tetapi sekarang diterima sebagai suatu usaha mewujudkan kekristenan dalam konteks Asia.
Pertumbuhan Dan Penghambatan Di Persia
A.    Gereja Purba di Partia
Kerajaan Persia telah menguasai daerah Barat Tengah mulai abad ke-6 sampai abad ke-4 SM. Persia dikalahkan oleh Aleksander Agung, perintis dinasti Seleucid (Yunani). Kemudia pada tahun 247 SM bangsa Partia, pengembara-pengembara dari bagian utara, merebut kekuasaan di Asia Barat Tengah. Disana banyak corak kebudayaan dan agama yang berbeda-beda. Agama utama adalah agama Zoroaster. Dan masih banyak penganut-penganut lain. Imam-imam Zoroaster sering merampas rumah orang Kristen, menangkap dan menyiksa para penghuninya. Pada tahun 160 Uskup Abraham pergi ke Ktesiphon, ibukota Kekaisaran Partia, dengan tujuan memohon agar kaisar mengeluarkan edik melarang penyiksaan orang Kristen oleh imam-imam. Meskipun  gereja menghadapi penghambatan dari para tokoh Zoroaster, namun gereja terus berkembang.
B.     Penghambatan di bawah Kekaisaran Persia
Pada tahun 225 M propinsi Persia memberontak melawan Kekaisaran Partia. Dalam waktu satu tahun mereka merebut kekuasaan di seluruh daerah Kekaisaran Partia, dan memproklamirkan Ardasyair sebagai raja pertama dinasti Sassandi. Dengan peristiwa tersebut mulailah zaman Kekaisaran Persia yang kedua. Dinasti Sassanid menganggap dirinya sebagai ahli waris bangsa Media dan Persia. Mereka mempunyai cita-cita untuk memulihkan kejayaan Persia yang dulu, dan mempersatukan kekaisaran dalam satu agama. Pada tahun 226 agama Zoroaster dinyatakan sebagai agama negara Persia. Pada mulanya gereja tidak mengalami penghambatan, malahan berkembang. Kerajaan Persia Sassanid meneruskan peperangan melawan Kekaisaran Romawi.  Permusuhan antara Persia dan Roma begitu dahsyat sehingga orang Kristen yang mengungsi dari Roma karena dianiaya semakin diterima di Persia. Gereja di Persia maupun di Roma dianggap sebagai satu umat.
Kesimpulannya: Gereja berkembang di Persia, namun tetap merupakan kelompok minoritas. Agama Zoroaster (agama negara sesudah tahun 226) mempunyai susunan kepercayaan yang kuat dan hierarki magus-magus melawan agama-agama lain. Hubungan umat Kristen dengan saudara-saudara seiman di negara-negara lain menimbulkan kecurigaan, dengan akibat kebijakan pemerintah terhadap gereja selalu dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah Roma, dan juga oleh baik buruknya hubungan Kekaisaran Persia dengan Kekaisaran Romawi.
Umat Kristen di Persia mengalami penganiayaan yang pasang surut. Tahun 339-379 merupakan puncak penganiayaan. Penganiayaan kali ini sampai-sampai melemahkan gereja. Meskipun demikian, gereja bertahan, sampai akhirnya pada tahun 410 diberi status minoritas resmi dalam negara bukan Kristen. Gereja di Persia mengembangkan suatu identitas yang kuat; dengan ciri-ciri teologi bercorak Nestorian, sehingga akhirnya dikenal sebagai gereja Nestorian; dengan penghargaan tinggi terhadap hidup beraskese; dan semangat  besar untuk mengabarkan Injil ke seluruh dunia.
Gereja Dan Islam
Perluasan agama Islam yang cepat pada abad ke-7 merupakan tantangan besar bagi Kekristenan di Asia, bahkan yang terbesar dalam sejarah gereja. Di Arabia dan di Afrika iman Kristen nyaris musnah. Di Siria dan di Palestina gereja dibiarkan sebagai minoritas resmi dalam sistem ‘dhimmi’. Penyerbuan bangsa Turki, bangsa yang sangat kejam, pada abad ke-11 menambahkan penganiayaan, sedangkan Perang Salib, dengan tujuan membebaskan Tanah Suci, akhirnya membawa penderitaan dan memperburuk hubungan Kristen-Islam.
Penindasan sosial dan ekonomi di bawah pemerintahan Islam melemahkan gereja. Penderitaan umat Kristen mencapai puncak yang paling dahsyat dengan pembunuhan besar-besaran oleh tentara Tamerlan. Akibatnya gereja Asia hampir hilang, kecuali di Siria, India Selatan dan beberapa jemaat kecil yang terpencar-pencar di Asia.
Misi Katolik Roma
Akibat sistim padroado, para pekabar Injil Katolik datang ke Asia berdampingan dengan penjajahan Portugal. Fransiskus Xaverius bersama tokoh-tokoh Yesuit lain mempelopori pengabdian penuh kasih serta metode pengajaran yang sederhana dan pekabar Injil di seluruh dunia, baik di dalam maupun di luar wilayah jajahan Portugal dan Spanyol. Di Jepang, Cina dan India misi Yesuit menghadapi agama-agama asli yang kuat. Mereka berusaha memenangkan orang-orang terkemuka, pemimpin masyarakat, dengan metode menyesuaikan imannya dengan kebudayaan Asia. Ordo-ordo lain menuduh Serikat Yesus terlalu sinkretis.
Di Jepang gereja cepat berkembang sebagai hasil pertobatan beberapa daimyo, lalu masa penganiayaan dahsyat hampir melenyapkan gereja. Di Cina, Ricci dan pengganti-penggantinya disenangi di istana, tetapi akhirnya gereja dilemahkan oleh kontroversi mengenai upacara istiadat Cina, dan penentangan kaum Buddha. Di India De Nobili berhasil menginjili beberapa orang Brahmin, tetapi gereja dilemahkan oleh kontroversi mengenai upacara istiadat Malabar. Dalam setiap pertikaian, keputusan terakhir Gereja Katolik Roma menolak bahaya sinkretisme atau kompromis dengan agama-agama lain.
Misi Protestan Dan Perkembangan Gereja Di Cina
Dengan menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa Cina, Robert Morrison meletakkan dasar misi Protestan di Cina. Pada abad ke-19 Cina terpaksa membuka diri terhadap orang asing dan terhadap perdagangan candu. Meskipun para misionaris mencela perdagangan tersebut, mereka berbondong-bondong masuk Cina bersamaan dengan imperialisme. Keadaan ini mengakibatkan kekristenan dianggap berkaitan erat dengan imperialisme.
Hudson taylor dengan badan misinya CIM mengabarkan Injil secara luas di pedalaman Cina, dengan tujuan agar orang Cina percaya secara pribadi kepada Yesus Kristus. Ia berusaha menyesuaikan diri dengan masyarakat Cina dan mendirikan gereja asli Cina. Pada tahun 1905 kurang lebih seperseuluh orang Protestan Cina telah menjadi Kristen sebagai hasil pelayanan CIM. Di lain pihak tujuan Timothy Richards adalah mendidik golongan terkemuka, agar kebudayaan Cina diresapi nilai-nilai Kristen dan alumni perguruan tinggi Kristen. Wang Mingado memimpin gerakan Kristen Cina yang bersifat asli, yang bebas dari pengaruh Barat dan tidak bergabung pada dukungan ekonomi Barat. Pada tahun 1949 kaum komunis menguasai seluruh Cina.
Misi Dan Perkembangan Gereja Di Jepang
Pada abad ke-19 perjanjian-perjanjian perdagangan membuka jalan bagi pekabaran Injil di Jepang. Orang Jepang ingin memperoleh teknologi dan pengetahuan Barat, sehingga semakin terbuka terhadap agama Kristen, bahkan pemerintah mengangkat orang Kristen sebagai pengajar diperguruan negeri. Dengan datangnya pastor-pastor Katolik Roma, umat Kristen tersembunyi yang merupakan keturunan jemaat-jemaat yang pertama di Injili 300 sebelumnya, berani manampakkan diri. Meskipun dianiaya, gereja Katolik Roma berkembang. Nikolai, pendeta konsul Rusia, membangun gereja Ortodoks Rusia di Jepang.
Gereja-gereja Protestan berhasil diantara golongan militer, yaitu Samorai, yang tertarik pada konsep pemuridan dan pengabdian. Orang-orang Skristen Samurai mengadakan pertemuan ditempat salah seorang guru Kristen, di perguruan tinggi Kristen atau di perguruan tinggi pemerintah. Kebangunan rohani pada masa 1880-an membuat gereja berkembang cepat. Beberapa tokoh Kristen Jepang muncul sebagai pemimpin , yang mewujudkan kekristenan gaya Jepang. Uchimura memimpin gerakan nir-gereja. Pengabdian Kagawa melayani orang miskin menggerakkan hati nurani masyarakat Jepang. Meskipun perkembangan gereja di Jepang cukup menggembirakan, namun kehidupan umat Kristen tidak lepas dair pergumulan. Nasionalisme Jepang yang semakin kuat berkaitan dengan upacara agama Syinto menyebabkan orang Kristen menjadi bingung mancari jalan menyatakan kesetiaannya kepada tanah air Jepang, tanpa membahayakan iman Kristen sejati.
Kekristenan Di Thiland Dan Burma/Myanmar
Baik di Thailand maupun di Burma/Myanmar agama Buddha berkaitan erat sekali dengan kepribadian suku bangsa utama. Baik di Thailand maupun di Burma, kekristenan paling berhasil berkembang diantara suku-suku minoritas, terutama di daerah pegunungan. Akibatnya, di Burma perjuangan politik suku-suku minoritas dan permusuhan antara suku sering melibatakan soal agama.
Gereja di Thailand mengembangkan kepemimpian penduduk asli. Gereja mengalami perkembangan pesat pada tahun 1960-an dan 1970-an, terdorong oleh kerjasama antara gereja dan kampanye pekabaran Injil bersatu. Kebijakan pemerintah Burma yang suka mengasingkan negerinya dari dunia mendorong gereja untuk berdiri sendiri dan mengabarkan Injil secara agresif. Kekristenan berkembang diantara suku-suku pegunungan di mana gereja mengalami pembaharuan rohani serta gerakan kharismatik. Baik di Thailand maupun di Burma/Myanmar terjadi polarisasi antara kaum evangelikal dan kaum oikumenis mengenai misi gereja dan peranan gereja terhadap masyarakat beragama Buddha.
Kekristenan Di Malaysia Dan Singapura
Pendudukan Jepang pada masa perang Dunia II mendorong baik perkembangan kepemimpinan asli maupun oikumene. Sesuai perang, dibuka sekolah-sekolah teologi dan didirikan Dewan Kristen Malaysia. Ancaman Komunis pada masa keadaan darurat mengakibatkan pemerintahan penjajah Inggris mendukung pekabaran Injil di Perkampungan Baru, dengan hasil banyak gereja Cina didirikan. Kejadian yang paling menentukan pada masa kini adalah pembagian Malaya/Singapura menjadi dua negara, Malaysia dan Singapura, dengan kebijakannya masing-masing. Di Malaysia Islam, yang merupakan agama negara, semakin bersikap agresif. Umat kristen menjawab ketegangan dengan mengembangkan kemandirian supaya bebas dari pengaruh Barat, dengan gerakan oikumene dan dengan gerakan pertumbuhan gereja serta pembaharuan rohani.
Singapura dinyatakan negara sekuler berdasarkan kebebasan beragama, sehingga lebih terbuka, dengan akibat gereja bertumbuh pesat. Di Singapura orang Kristen kebanyakan dari golongan muda berpendidikan tinggi. Baik di Singapura maupun di Malaysia gerekan Kharismatik berkembang dikalangan orang berpendidikan. Baik di Singapura maupun di Malaysia Barat golongan masyarakat berpendidikan, terutama orang Cina, paling terbuka terhadap Injil. Di malaysia Timur suku-suku aslilah yang paling terbuka. Orang Melayu hampir belum tersentuh kekristenan, malah di Malaysia orang Melayu tidak boleh beralih agama menjadi Kristen.
Kekristenan Di Filipina
Sejarah gereja Filipina harus dipahami dalam konteks pengaruh kuat Amerika, masalah-masalah ekonomi yang semakin meningkat, masa diktator militer tahun 1972-86 dan pemberontakan kaum Maois serta kaum Islam. Filipina merupakan negera Katolik. Kebanyakan pennduduknya beragama Katolik, maka gereja Katolik Roma berpengaruh dilapangan politik. Pada masa pemerintahan Marcos jumlah orang Katolik yang melawan pemerintah semakin meningkat. Pada tahun 1986 peranan Kardinal Sin menentukan jatuhnya Marcos dan pemilihan Corazon Aquino sebagai Presiden.
Umat Protestan terbagi atas empat kelompok: golongan oikumene (DGNF), golongan evangelikal (DKF), golongan fundamentalis serta golongan Khrismatik/Pentakosta. Kaum oikumene lebih aktif mengeluarkan pendapat mengenai isu-isu politik. Gereja-gereja Protestan bertumbuh pesat sejak tahun 1970-an, dengan pekabaran Injil secara agresif yang bertumpu pada gereja lokal. Kaum oikumenis dan evangelikal bekerjasama dalam program penginjilan DAWN. Semangat nasionalisme mewarnai baik gereja Katoliuk maupun gereja Protestan dan menarik banyak orang masuk gereja Filipin mandiri ataupun sekta Iglesia ni Cristo.
Misi Protestan Dan Perkembangan Gereja Di India
Misi Protestan masuk India bersama dengan negara Inggris, sehingga tidak terlepas dari corak imperialisme, meskipun pemerintah Inggris bersikap netral terhadap agama. William Carey menetapkan asas-asas misi yang menjadi dasar bagi misi Protestan: penerjemahan Alkitab, penelitian mendalam kebudayaan setempat, penginjilan luas dan pembangunan gereja asli mandiri. Hendri Martyn memberi sumbangan penerjemahan Alkitraab dengan mutu ilmiah yang tinggi.
Para pekabar Injil bersilisih pendapat mengenai soal kasta. Alexander Duff mendirikan sekolah-sekolah untuk orang India berkasta tinggi dengan sebagian menjadi Kristen atau terpengaruh oleh pemikiran Kristen. Namun pertumbuhan gereja yang utama terjadi dalam lingkungan kasta rendah. Orang Kristen berkebangsaan India mempunyai peranan yang menentukan dalam gerekan pertobatan massal; sedangkan para pekabar Injil dari Barat agak lambat menyambut gelombang orang beralih agama masuk Kristen.
Pada abad ke-20 pendidikan teologi ditingkatkan. Muncullah beberapa tokoh Kristen yang mengekspresikan spritualitas Kristiani dalam bentuk kehidupan khas India, misalnya Sundar Singh, atau dalam bentuk teologi yang diarahkan pada konsep-konsep pemikiran Hindu.
Kesimpulan
Sejarah Gereja Asia mendapat perhatian yang semakin meningkat, bukan saja dari pakar misiologi Barat, melainkan juga dari seluruh gereja, terutama dari orang Kristen Asia sendiri.
Tanggapan: buku ini sangat baik kepada mahasiswa sekolah tinggi teologi sebagai bahan studi untuk mata kuliah Sejarah Gereja Asia. Dan tidak tertutup juga bagi siapa yang berminat untuk memperdalam pengetahuannya tentang sejarah perkembangan kekristenan di Asia.

Kamis, 09 Februari 2012

Perbedaan Jenis Kelamin Menurut Pandangan Mitos-mitos & Alkitab

 
LAPORAN BACA & PRESENTASI
Nama               : Benalia Hulu
Semester          : IV (empat)
Mata Kuliah    : Etika Kristen II
Dosen              : Ribca Prajitno, M.Th.
Buku               : Etika Kristen Seksuil.
Pengarang       : Dr. J. Verkuyl
Bab I Perbedaan Jenis Kelamin Di Dalam Kehidupan Manusia
1.      Pandangan mitos-mitos para bangsa tentang perbedaan jenis kelamin
Di dalam segala agama dan kebudayaan orang telah memikirkan tentang perbedaan jenis kelamin di dalam kehidupan manusia. Perbedaan itu telah dipikirkan sejak manusia pertama menjejakkan kakinya di atas bumi. Di manapun di dunia ini orang sadar, bahwa ada persamaan antara pria dan wanita, tetapi ada juga perbedaannya. Di dalam agama suku terdapat mitos-mitos yang tidak terhitung banyaknya, yang menerangkan bahwa persamaan dan perbedaan itu disebabkan oleh struktur alam semesta. Banyak mitos menerangkan kepriaan sebagai unsur yang termasuk alam atas, yakni langit, dan kewanitaan sebagai unsur yang termasuk alam bawah, yang ‘chtonis’, bumi. Di dalam perbedaan jenis kelamin itu tampak pencerminan perkawinan kosmis antara langit dan bumi. Demikianlah menurut mitos-mitos itu.
Di Indonesia banyak terdapat mitos-mitos serupa itu, seperti di Kalimantan, Sulawesi, Kaisar, Nusa Tenggara. Sebuah uraian kesusastraan tentang mitos-mitos itu kita jumpai dalam perpustakaan Jawa Kuno, teristimewa di dalam kitab ‘Arjuna Wiwaha’ dan ‘Smaradahana’, yang telah diselidiki oleh Prof. Dr. Poerbatjaraka. Di dalam kitab-kitab itu kita jumpai pengaruh cerita-cerita tantra Hindu. Di dalam mitos-mitos itu diceritakan tentang pernikahan siwa dan sakti, isterinya sebagai pernikahan kosmis langit dan bumi. Berbaurlah mereka itu untuk menciptkan ‘Windu’, yakni titik atau tetesan yang menjadi ‘benih dunia’. Bilamana Siwa dan Sakti berpeluk-pelukan, maka terciptalah suatu dewa baru. Setengah pria, setengah wanita, yang dinamai Ardhanari.
Di Tiongkok kita jumpai pula pikiran serupa itu di dalam renungan-renungan tentang Yang dan Yin. Di Jepang terdapat mitos-mitos tentang Izanagi dan izanami. Ada juga mitos-mitos yang membayangkan sebagai berikut: mula-mula lelaki dan perempuan itu satu, kemudian dipisahkan dengan paksa oleh para dewa, sehingga terjadilah unsur lelaki dan unsur perempuan, kepriaan dan kewanitaan. Orang Babel misalnya menggambarkan Istar sebagai suatu makhluk yang mempunyai dua jenis kelamin. Menurut mereka, pada pagi hari Istar muncul sebagai binatang pagi (lelaki, dewa langit) dan pada sore hari sebagai binatang sore (perempuan, dewa bumi).
Dalam salah satu karangan Plato, berjudul ‘Symposion’, Aristophanes menceritakan tentang mitos-mitos Yunani mengenai terjadinya perbedaan jenis kelamin. Mula-mula, demikianlah Aristophanes bercerita; Zeus menciptakan makhluk-makhluk yang mempunyai kedua jenis kelamin itu. Tiap-tiap makhluk mempunyai kedua sifat itu, yakni sifat lelaki dan sifat perempuan. Dua mukanya, empat telinganya, empat tangannya, dua jenis kelaminnya. Tetapi Zeus berpendapat, bahwa makhluk-makhluk itu terlampau kuat. Merekapun dapat mengancam para dewa, maka dibelahnyalah makhluk-makhluk itu, sehingga masing-masing makhluk belahan itu menjadi makhluk yang berkelamin satu. Manusia-manusia yang terjadi demikian itu ingin bersatu lagi. Kemudian timbullah dalam tubuh mereka nafsu bersatu tubuh (bersetubuh), nafsu erotis atau nafsu cinta-berahi.
2.      Keterangan Alkitab tentang perbedaan jenis kelamin
Dalam kitab kejadian 1 dan 2, Alkitab memberi keterangan tentang perbedaan jenis kelamin itu.Cerita-cerita yang tertulis di situ disebut cerita-cerita ‘aetiologis’, artinya: cerita-cerita memberi jawab atas pertanyaan-pertanyaan yang timbul di dalam hati manusia tentang terjadinya dunia dan manusia. Dengan cara yang amat dalam dan mengagumkan ditelaah dan diuraikanlah di dalam kitab Kejadian 1 dan 2 rahasia persamaan dan perbedaan jenis kelamin. Dalam Kejadian 1 diceritakan tentang penciptaan manusia lelaki dan perempuan sebagai suatu keutuhan. Dalam Kejadian 2 perbuatan-perbuatan Tuhan itu diuraikan lagi menurut urutannya. Dalam Kejadian 1 ada tertulis sebagai berikut: Maka Allah berfirman ‘Baiklah Allah menciptakan manusia itu menurut gambar dan rupa kita’ (ay 26a). ‘Maka Allah menciptakan manusia  itu menurut gambar-Nya, laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka’ (ay 27). Tuhan menciptakan manusia menurut gambar-Nya, artinya sedemikian rupa, hingga makhluk-makhluk itu dapat bergaul dengan Dia. Tuhan akan bercakap-cakap dengan mereka, seperti seorang bapa bercakap-cakap dengan anaknya. Mereka akan mengikat dengan mereka suatu perjanjian dan merekapun akan menjawab firman-Nya.
Diantara Tuhan dan manusia akan selalu terdapat percakapan yang kekal. Firman dan jawab. Jawab dan firman. Allah akan menjadi Allah untuk manusia dan manusia akan dipanggil menjadi manusia untuk Allah, sehingga Allah dan manusia hidup bersama-sama di dalam suatu perjanjian kasih setia yang kekal. Dan Tuhan kehendaki juga supaya manusia bergaul diantara sama sendiri.
Tuhan sendiri selalu ada di dalam keadaan bersama-sama; Pada-Nya selalu ada kerja sama, selalu ada ‘Aku untuk engkau’ dan engkau untuk Aku’, selalu ada percakapan yang kekal. Tuhan menghendaki supaya kerja sama dan hidup untuk sesama itu janganlah hanya terdapat di antara manusia dan manusia. Maka diciptakan-Nyalah manusia sebagai manusia yang berbeda-beda jenis kelaminnya, sebagai pria dan wanita.
Kedua manusia itu diciptakan menurut ‘gambar’ dan ‘rupa’ Allah.mereka berdua adalah manusia. Tetapi manusia yang satu mempunyai eksistensi sebagai lelaki dan manusia yang lain mempunyai eksistensi sebagai perempuan. Tuhan Allah yang tritunggal. Ia tidak ‘kesepian’ maka Iapun menghendaki supaya manusia merupakan dwi-tunggal, supaya manusia jangan kesepian. Kedua jenis kelamin itu haruslah ada di dalam keadaan bersama-sama, kerja sama, hidup bersama-sama sebagai ‘aku untukmu’ dan engkau untukku’.
Ringkasan dari cerita-cerita dan ucapan-ucapan Alkitab tentang perbedaan jenis kelamin itu sebagai berikut:
·         Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan menurut gambar dan rupa-Nya. Rahasia laki-laki dan perempuan ialah bahwa Tuhan telah menentukan tujuan mereka berdua, yakni supaya mereka hidup di dalam persekutuan dengan Dia. Oleh karena dosa, laki-laki dan perempuan kehilangan tujuan itu, tetapi Yesus Kristus mau membawa manusia kembali kepada tujuannya.
·         Tuhan menciptakan manusia dengan mengadakan perbedaan dalam jenis kelaminnya, a-simetris supaya kedua jenis kelamin itu saling melengkapi dan saling melayani, bantu-membantu, tolong-menolong. Maksud Tuhan yang demikian itu bukanlah untuk pernikahan semata-mata, tetapi untuk segala lapangan hidup. Di segala lapangan hidup, berlaku firman Tuhan yang berbunyi ‘bahwa Ia menciptakan manusia, laki-laki dan perempuan’.

3.      Isi, makna dan arti perbedaan jenis kelamin itu
Di manakah sebenarnya letak perbedaan antara laki-laki dan perempuan? Suatu soal yang sulit. Apabila kita meneliti kedudukan laki-laki dan perempuan dalam berbagai pergaulan hidup, maka tampaklah, bahwa keadaan sosial dan ekonomi mempunyai pengaruh yang besar atas type laki-laki dan perempuan. Ada berbagai lapangan hidup, di mana perempuan melakukan pekerjaan yang lebih berat dan lelaki melakukan pekerjaan yang lebih ringan menurut persekutuan adat semenda (aturan matrilineal, yakni tata-kekeluargaan yang memntingkan garis turunan ibu). Type manusia di dalam masyarakat, yang lelaki ataupun perempuannya memegang jabatan intelektuil, adalah tidak lain daripada type manusia bahwa perempuannya hanya bekerja di dapur atau di rumah tangga saja.
Simone de Beauvoir dan Margaret Mead, beranggapan bahwa di antara laki-laki dan perempuan sebenarnya tidak ada perbedaan yang disebut perbedaan ‘genotypis’ (yakni perbedaan type yang terjadi oleh pembawaan keturunan) dan semua perbedaan yang tidak hayati (biologis) adalah ‘phaenotypis’ (yakni perbedaan yang tampak di luar saja) maksudnya ialah bahwa perbedaan-perbedaan itu tidak terletak pada asalnya, pada struktur lelaki atau perempuan (genotypis), tetapi hanya pada keadaan sosial (phaenotypis). Tetapi anggapan itu tidak dapat pertahankan. Sebab di dalam Alkitab, yakni kitab Kejadian, sama sekali tidak dibicarakan tentang perbedaan genotypis di antara manusia.
Untuk mendekati pengertian-pengertian itu dengan keterangan dari Alkitab dan kenyataan manusia. Baiklah kita mulai dari hal yang mudah. Perbedaan hayati (biologis) dapat dikonstatir oleh setiap orang.Perbedaan perawakan atau sosok tubuh dan alat-alat kelamin. Pada lelaki urat-uratnyalah lebih sempurna; pada perempuan jaringan lemaknya. Pada pria susunan saraf vegetative lebih stabil daripada wanita. ‘Prof. Buytendijk’. Selanjutnya tampak perbedaan dalam bentuk badan, misalnya sosok tubuh, raut muka, pendengaran telinga, tilik mata dan lain-lain.
Di kitab Kejadian, di situ tertulis bahwa Adam menerima tugas memberi nama kepada segala makhluk, artinya, ia harus menyelidiki struktur makna dan tempat segala makhluk itu di dalam kosmos. Sebab Tuhan juga memberikan nama kepadanya sendiri, yaitu Adam, manusia (Adam, homo), yang diambil dari tanah (adanya, humus) dan yang bertugas mengolah, mengusahakan, menguasai bumi ‘Kejadian 1:28 dan 2:7’. Jadi dapatlah kita katakan bahwa type khas laki-laki adalah pekerja, organisator yang mengolah bahan-bahan di bumi ini untuk tujuan merawat, memupuk dan memeliharanya. Dalam Kejadian 3:20 perempuan itu diberi nama Hawa, artinya ibu segala yang hidup. Terbuktilah bahwa perempuan membuktikan diri kepada umat manusia digambarkan dalam keibuannya. Type khas perempuan ialah ibu. Type yang dimaksudkan ialah type umum keadaan manusia sebagai wanita. Walaupun belum menjadi ibu, namun pada wanita sejati terdapat keibuan. Sifat-sifat yang ada pada ibu adalah tidak terlayang jauh kedepan, pandanganya terarah kepada benda-benda yang dekat di sekelilingnya. Ia mengasuh, merawat, memelihara, melindungi. memerlukan nilai-nilai pada manusia dan benda-benda di sekelilingnya. Ia menanggung dan bertahan, ia mengorbankan dirinya, ia tidak menjauhkan diri dari benda-benda dan manusia. Selalu ia ada di dekatnya, ikut merasakannya, ikut menghayatinya, sibuk merwatnya. Dengan demikian laki-laki dan perempuan itu saling melengkapi.
Kesimpulan
Tuhan yang menciptakan dan memperbaharui kehidupan manusia, telah menciptakan kita sebagai laki-laki dan perempuan. Tuhan hendak mengajar kita mengamini keadaan kita sebagai laki-laki dan keadaan kita sebagai perempuan. Apabila kita mau menerima keadaan kita sebagai lelaki dan perempuan dengan penuh syukur, maka dapatlah menuju kepada tujuan yang telah ditentukan oleh Tuhan.
Tanggapan
            Buku ini sangat bagus untuk dipelajari. Sebab bagian bab yang saya bahas ini berkaitan mengenai pandangan mitos-mitos terhadap perbedaan jenis kelamin, dan pandangan Alkitab. Jadi, saya sebagai mahasiswa teologi dapat menjelaskan hal ini di mana akan melayani, dengan memakai metode penjelasan tentang pandangan Alkitab. Supaya mereka tidak salah mengartikan antara kedudukan lelaki dan perempuan. Sebab diatas telah dijelaskan bahwa lelaki dan perempuan itu saling melengkapi dan tujuan Tuhan yang utama bagi umat-Nya supaya sama-sama melakukan persekutuan yang baik dan benar di mata-Nya.

Rabu, 08 Februari 2012

Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi

LAPORAN BACA
Nama               : Benalia Hulu
Semester          : IV (empat)
Dosen              : M.P. Aritonang, M.Th
Buku               : Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi
Pengarang       : Millard J. Erickson
Bagian I Pandangan-pandangan Mengenai latar Belakang
Bab I Schweitzer dan Dodd
Abad kesembilan belas merupakan masa pergolakan teologis dalam berbagai bidang. Sintesa ortodoks, walaupun bervariasi mulai dari Lutheran sampai Reformed dan bahkan Katolik Roma, telah mempertahankan pengertian dasar tentang natur teologi untuk beberapa waktu. Orang Kristen abad sembilanbelas, yang hidup di tengah-tengah perkembangan-perkembangan baru, yakin terhadap satu hal: sebagai orang Kristen, mereka harus memiliki hubungan khusus dan memperhatikan Yesus, yang disebut Kristus. Namun hal ini menimbulkan pertanyaan yang lebih penting, siapakah sebenarnya Yesus? Penyelidikan akan Yesus yang ada dalam sejarah (Yesus historis) merupakan usaha untuk menelusuri kembali pribadi Yesus sebagaimana adanya Dia.
Pengajaran Yesus mengenai kerajaan Allah dianggap sebagai sesuatu yang mendasar dan utama dalam seluruh pandangan dan pesan yang disampaikan-Nya. Albrecht Ritschl, yang memberikan pembahasan cukup luas mengenai doktrin ini, mengatakan bahwa kekristenan bukan sebuah lingkaran yang memiliki satu pusat, melainkan sebuah elips yang memiliki dua titk pusat yaitu doktrin penebusan (karya kasih karunia ilahi) dan kerajaan Allah (aktivitas etis dari manusia). Kerajaan ini adalah masyarakat yang bermoral, yang dibedakan oleh tindakan timbal balik yang dimotivasi oleh kasih. Kerajaan ini dibentuk oleh manusia, tetapi tidak terlepas dari motif-motif agama. Yesus membangun kerajaan ini. Pentingnya Yesus terutama terletak pada kehidupan-Nya, bukan kematian-Nya. Yesus merupakan teladan sempurna dari tipe manusia yang akan dipersatukan dalam kerajaan Allah. Ia adalah perwujudan yang sepenuhnya dari Allah sebagai kasih. Eskatologi Yang Konsisten
Schweitzer merupakan sebuah contoh modern dari seorang jenius yang universal. Schweitzer menerapkan metode pencarian Yesus yang liberal dan menggunakan bahan yang sama. Ia menelusuri jejak para pencari ‘Yesus yang historis’. Sebagai materi yang otentik, dan evaluasinya mengenai hasil mereka agak negativ. Apapun pemecahan akhirnya, ‘Yesus yang historis’ yang akan digambarkan oleh kritik-kritik di masa yang akan datang. Schweitzer menyatakan bahwa Yesus yang dibicarakan dan dituliskan oleh para peneliti liberal tidak memiliki realita sama sekali, ‘Yesus dari Nazaret yang muncul dalam masyarakat sebagai Mesias, yang mengkhotbahkan pengajaran tentang kerajaan Allah, yang membangun kerajaan Allah di Bumi, dan mati untuk memberikan pentahbisan akhir pada pekerjaan-Nya, tidak pernah memiliki eksistensi. Ia adalah sebuah figur yang dirancang oleh rasionalisme, diberi kehidupan oleh riberalisme, dan diselubungi oleh teolegi medern dalam jubah historis.

Eskatologi Yang Direalisasikan
Eskatologi yang direalisasikan, yaitu sebuah gerakan yang secara khusus didentifikasikan dengan Charles H. Dodd (1884-1973), namun juga menjadi pandangan beberapa orang lainnya. Eskatologi ini memiliki ciri yang sama dengan eskatologi yang konsisten yaitu: melihat motif eskatologi menembus Kitab Suci, dan khususnya pengajaran-pengajaran Yesus. Walaupun demikian, eskatologi konsisten menganggap peristiwa-peristiwa yang diantisipasi oleh Yesus sebagai peristiwa yang tidak pernah terjadi, sedangkan Dodd mengatakan bahwa peristiwa-peristiwa ini telah terjadi. Pandanganya mengenai eskatologi merupakan sesuatu yang kadang-kadang disebut ‘preteris’.
Eskatologi yang direalisasikan menentang gagasan mengenai masa yang akan datang dalam kaitan dengan pengajaran-pengajaran Yesus. Yesus tidak berbicara mengenai peristiwa-peristiwa akan datang yang belum terpenuhi. ‘hal-hal yuang harus tiba’ sudah tiba. Kitab Suci menunjukkan kontras yang tajam antara ‘zaman ini’ dan ‘zaman akan datang’. Dalam nubuat-nubuat Perjanjian Lama kontras ini berpusat pada hari Tuhan, yang ditandai oleh tiga hal yaitu: hari itu bersifat supernatural; hari Tuhan akan mencakup penggulingan kekuasaan jahat, dan juga penghakiman dosa-dosa umat manusia ketika hari Tuhan itu datang, akan ada keadilan; karena kehendak Allah bagi manusia adalah kesempurnaan hidup gambar Allah dan dalam persekutuan dengan-Nya, maka hari Tuhan akan membawa kehidupan yang baru pada orang-prang, di mana melalui mereka kehendaak Allah itu terpenuhi.
Kekuatan dari eskatologi yang direalisasikan adalah Pengajaran bahwa banyak dari eskatologi yang dibicarakan oleh Yesus sudah dipenuhi atau sedang dipenuhi pada zaman-Nya. Dalam Kristus masa depan itu telah datang, atau setidaknya masa depan itu telah dimulai.
Bab II Bultmann dan moltmann
Eskatologi Eksistensial. Bultmann tidak menulis sebagai seorang ahli teologi yang sistematis melainkan sebagai sarjan Perjanjian Baru. Ia mendapat banyak hal yang bersifat mitologis. Yang dimaksudkannya dengan mitos adalah uraian mengenai realitas-realitas dunia lain yang diambil  dari dunia ini. Ada tiga cara untuk membahas mitologi dalam Perjanjian Baru. Pertama adalah semata-mata dengan menerimanya secara hurufiah, dan hal inilah yang dilakukan oleh fundamentalisme. Namun, Bultmann mengatakan, hal ini jelas tidak mungkin bagi manusia modern berdasarkan konsep ilmiah tentang realitas yang ada sekarang. Revolusi  Copernicus berpendapat manusia-manusia yang sudah maju dalam pemikiran tidak mungkin menganggap alam semesta ini sebagai alam yang terdiri atas ‘bagian atas’, dan ‘bagian bawah’, atau bersesuaian dengan kerangka referensi ruang. Konsep semacam ini tidak lagi memiliki arti. Demikian pula pengetahuan medis telah mengungkapkan bahwa penyakit tidaklah disebabkan oleh kerasukan setan, melainkan oleh bakteri, virus dan organisme-organisme lain.
Cara yang kedua untuk membahas mitologi Perjanjian Baru adalah cara liberalisme: menolak unsur-unsur mitologis dari Perjanjian Baru. Para penganut liberalisme berusaha untuk mempertahankan pesan Perjanjian Baru., tetapi tanpa unsur-unsur yang sekarang tidak dapat dipertahankan lagi. Bultmann menyebut hal ini sebagai metode seleksi atau pengurangan. Sayangnya, katanya, hal ini tiduk mungkin. Dalam banyak segi, hal-hal yang mitologis itu sangat berkaitan dengan hal-hal yang non mitologis sehingga keduanya pada dasarnya tidak terpisahkan.
Cara yang ketiga untuk membahas mitologi perjanjian baru adalah cara yang diyakini oleh Bultmann sebagai cara yang superior: yaitu tidak menerima mitologi secara harafiah atau menolaknya, melainkan menafsirkannya. Ia menganggap serius mitos itu sebagi sesuatu yang sungguh-sungguh membawa pesan, tetapi tidak secara haraifah. Proses ini dikenal sebagai demitologisasi, sebuah istilah yang  mengisahkan sesuatu untuk diharapkan karena hal ini menyatakan bahwa mitos ini dihapuskan. Sebaliknya, mitos ditafsirkan kembali, dibiarkan tetap ada, tetapi kita memberikan karakter yang berbeda. Bultmann berusaha untuk memahami mitos tersebut dalam bentuk pengertian yang eksistensial dan bukan harafiah.
Teologi Pengharapan.
Pada pertengahan tahun 1960-an muncul sebuah teologi baru yang dengan tegas menekankan eskatologi bukan sebagai salah satu doktrin yang paling  penting dari iman Kristen, juga bukan senagi doktrin yang paling penting, melainkan sebagai keseluruhan teologi. Teologi ini dengan cepat diberi nama teologi pengharapan dan secara khusus didentifikasikan dengan Jurgen Moltmann, yang sekarang adalah professor teologi di University of Tubingen. Untuk memahami teologi ini, kita harus melihat dari konteksengalaman pribadi Moltmann dan juga pengaruh budaya yang luas. Moltmann melihat pentingnya pengharapan, bahkan pengharapan untuk bertahan hidup secara jasmani, tetapi pada dasarnya kami tidak skeptic ataupun menarik diri. Pada tahun 1957 ahli teologi Belanda Arnold A. Van Ruler memperkenalkan Moltmann pada eskatologi. Tetapi baru melalui pembacaan ahli filsafat Marxis Ernas Bloch ia menjadi terbuka dan tertantang oleh kosep pengharapan. Tetapi yang baik untuk memulai penyelidikan tentang teologi eskatologi dari Moltmann adalah memperhatikan hakikat apologetiknya. Ini merupakan suatu usaha untuk menunjukkan relevansi iman Kristen dengan cara mengaitkannya secara pasti dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dunia sekuler. Ia melihat banyak orang merasa yakin bahwa teologi Kristen telah menjadi tidak relevan, berpusat pada diri sendiri dan individualistic, lepas kontak dari realitas.
Kesulitan yang meluas memberikan tantangan baru untuk teologi. Dua pengalaman menggarisbawahi situasi yang baru ini. Yang pertama adalah perbincangan dengan para penganut aliran ateis, humenis, dan marxis modern,  dimana seorang selalu sampai pada pengetahuan adanya jurang yang mendalam pada zaman modern pada saat yang bersamaan, karena kebutuhan pengharapan telah muncul pengharapan yang duniawi akan masa depan dunia tetapi tanpa iman kepada Allah. Yang kedua ada ketidakjelasan tertentu mengenai teologi tersebut seharusnya sangat tepat sama sekali tidak jelas apa seharusnya aktifitas gereja, atau efek sikap manusiawi ini. Ada pertentangan yang cukup besar mengenai sejauh mana pengharapan yang dinyatakan dan dikehendaki oleh Multmann bersifat duniawi, sebuah masyarakat baru yang akan diwujudkan di bumi, dan sejauh man hal ini bersifat baka, yaitu sesuatu yang akan dialami setelah kehidupan dalam kerajaan surga berdasarkan apa yang ada, teologi ini mengungkapkan panggilan terhadap gereja yang didukung dengan baik dan dinyatakan dengan jelas untuk menyatakan pengaruhnya dalam mengubah dunia untuk membentuk masa depan tetapi bagaimana bentuk masa depan itu atau apa yang harus dilakukan oleh gereja masih sangat tidak jelas.
Bagian II Pandangan-pandangan Tentang Milenium
Bab III Postmilenialisme
Tinjauan mengenai Postmilenialisme. Yang pertama adalah bahwa Kerajaan Allah itu terutama merupakan realitas pada saat uini; kerajaan itu ada di bumi. Kerajaan itu bukan sebuah dunia atau daerah kekuasaan di mana Tuhan memerintah. Lebih tepatnya, kerajaan itu adalah pemerintahan Kristus dalam hati manusia. Dimanapun manusia percaya kepada Yesus Kristus, menyerahkan diri mereka kepada-Nya dan menaati-Nya, kerajaan itu hadir. Dan kerajaan itu juga bukan sesuatu yang terjadi melalui perubahan yang besar di masa yang akan datang. Yang kedua, para penganut postmilenialisme mengharapkan pertobatan dari semua bangsa sebelum kedatangan Kristus. Pengajaran Injil akan efektif. Ini bukan usaha manusia, yang dicapai melalui keterampilan yang tinggi atau metodologi yang diasah dengan baik, melainkan hasil perbuatan ilahi, yang dicapi melalui Roh Kudus. Yang menghukum dan membaharui manusia. Pengajaran yang ketiga dari postmilenialisme adalah pengharapan akan periode perdamaian yang panjang di bumi yang disebut dengan milenium. Ketika lebih banyak orang menyerahkan diri mereka pada rencana Allah dan mulai mempraktekkan pengajaran dan cara hidup yang ditetapkan-Nya, perdamaian akan merupakan akibat wajar daripadanya.
Yang keempat, membedakan: pertumbuhan kerajaan secara bertahap. Sebuah milenialisme pada zaman kita, menyatakan bahwa pemerintahan milenium akan dimulai dengan cara tiba-tiba dan dramatis, melalui kedatangan Tuhan yang tampak secara jasmani. Konsep postmilenial, di pihak lain, adalah bahwa penyebaran Injil yang terus meningkat akan memperkenalkan kerajaan Allah. Yang kelima, pada akhir milenuim akan ada saat kemurtadan dan gejolak kejahatan yang terjadi sehubungan dengan munculnya Antikristus.
Ajaran-ajaran Postmilenialisme.
·         Penyebaran Injil
Pertama, nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama menciptakan pengharapan ini. Salah satu nubuat terdapat pada Yesaya 45:22-25. ‘berpalinglah kepadaKu dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi!....dst’. walaupun kutipan ini merupakan sebagian dari bacaaan yang berbicara mengenai perjanjian Yahweh dengan bangsa-Nya yang terpilih yaitu Israel, kutipan tersebut tampaknya berbicara mengenai penerimaan yang universal terhadap-Nya, dan dengan demikian pemerintahan yang universal oleh-Nya. Kedua, Yesus berulang kali mengatakan bahwa Injil akan dikhotbahkan ke seluruh dunia dan bahwa hal ini akan terjadi sebelum kedatangan-Nya kedua. Ketiga, perintah agung yang diberikan Kristus kepada Rasul-Nya setelah kebangkitan-Nya adalah membawa berita Injil kepada setiap bangsa dan setiap mkhluk. Proses pemberitaan Injil ini harus terus berlangsung sampai pada akhir zaman.
·         Hakikat Kerajaan Allah
Ciri yang penting dari postmilenialisme adalah pandangannya bahwa Kerajaan Allah merupakan realitas dunia pada saat ini, dan bukan realitas surga di masa yang akan datang. Kerajaan Allah itu ada di sini pada saat ini, dan kerajaan itu berkembang secara bertahap, dan hampir tidak dapat kita lihat atau rasakan. Yesus secara luas mendiskusikan kerajaan itu dalam perumpamaan-perumpamaan, khususnya perumpamaan dalam Matius 13. Dari antara tujuh perumpamaan yang tercatat dalam bab itu, empat di antaranya membandingkan Kerajaan Surga dengan proses pertumbuhan. Karena itu adalah sesuai dengan hukum perkembangan alam jika proses yang bertahap ditandai oleh peristiwa-peristiwa yang dramatis atau mengalami perubahan yang besar. Hal ini tampak jelas dalam sejarah peranjian Allah dengan umat-Nya.
·         Hakikat Milenium
Boettner merasa bahwa arti dari milenium lebih bersifat kualitatif dibandingkan kuantitatif. Satu penafsiran adalah bahwa kebangkitan yang pertama mengacu pada dihidupkannay kembali roh-roh dari orang-orang yang menjadi martir pada sejarah awal gereja. Pandangan lainnya adalah bahwa kebangkitan yang pertama mengacu kepada kenaikan para martir ini ke surga, yang sekarang memerintah bersama Kristus di dalam suatu keadaan yang kadang-kadang disebut sebagai ‘keadaan yang segera’.
Bab IV Amilenialisme
Ciri-ciri umum dari amilenialisme, kita dapat melakukannya paling baik dengan cara memperhatikan ajaran-ajarannya yang sesuai dengan postmilenialisme.  Yang pertama adalah bahwa kedatangan Kristus yang kedua akan memulai akhir zaman dan keadaan final (final state), baik dari orang beriman maupun orang tidak beriman. Ciri kedua adalah bahwa masa seribu tahun dalam Wahyu 20 lebih bersifat simbolis daripada harafiah, dan tidak bersifat sementara. Para penganut postmilenialisme percaya pada pemerintahan Kristus di bumi tanpa kehadiran Kristus. Walaupun demikian, keyakinan ini tidak didasarkan pada Wahyu 20; sesungguhnya, bagian ini dianggap sebagai bacaan yang tidak relevan dengan masalah di atas. Para penganut amilenialisme sependapat bahwa kedua kebangkitan tersebut tidak semuanya bersifat jasmani. Tetapi beberapa penganut amilenialisme menganggap kebangkitan yang pertama bersifat rohani dan yang kedua jasmani; yang lain lagi menganggap kedua kebangkitan tersebut bersifat rohani.
Persamaan antara amilenialisme dan premilenialisme. Yang pertama adalah pandangan yang pesimis. Para penganut amilenialisme tidak mengantisipasi perkembangan kebenaran yang meluas ke seluruh dunia dan yang akan menembus setiap bidang dalam masyarakat.

Ajaran-ajaran Amilenialisme
Dua Kebangkitan
Unsur yang penting dalam amilenialisme adalah pembahasannya mengenai dua kebangkitan yang dinyatakan dalam Wahyu 20:4-5, ‘dan mereka hidup kembali (kebangkitan yang pertama) dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun. Tetapi orang-orang mati yang lain tidak bangkit sebelum berakhir masa seribu tahun itu’. Kebangkitan pertama menurut penganut amilenialisme, bersifat rohani, sedangkan yang kedua mungkin bersifat jasmani atau rohani. Sebagian besar penganut amilenialisme menganggap kebangkitan yang kedua bersifat jasmani, dan para penulis seperti Floyd E. Hamilton telah mengemukakan beberapa argumentasi untuk pandangan ini.
Para penganut premilenialisme biasanya memusatkan kritik-kritik mereka terhadap penafsiran amilenialisme mengenai kedua kebangkitan ini pada fakta bahwa digunakan kata Yunani yang untuk kedua kebangkitan tersebut, “Mereka hidup kembali (ezesan) dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan kristus untuk masa seribu tahun. Tetapi orang-orang mati yang lain tidak bangkit (ezesan) sebelum berakhir masa yang seribu tahun itu”. Para penganut premilenialisme beragumentasi bahwa tidak ada dasar yang kokoh untuk menyatakan kedua jenis kebangkitan ini berbeda. Jika yang satu bersifat jasmani, maka yang lainnya pasti bersifat jasmani. Pandangan Hughes: kedua kebangkitan di atas pada hakikatnya sama. Kebangkitan yang pertama bersifat rohani, kenaikan jiwa ke surga. Kebangkitan yang kedua juga bersifat rohani, tetapi hal ini pada dasarnya bersifat hipotesis. Bacaan ini dalam keseluruhannya menggambarkan jiwa-jiwa yang dibebaskan dalam keadaan masih melayang-layang, dan tidak mengatakan apa-apa mengenai kebangkitan tubuh.
 Bab V Premilenialisme
Dalam premilenialisme terdapat pandangan yang agak populer, khususnya dalam lingkup penginjilan atau konservatif. Dalam beberapa hal pandangan ini jelas, pasti, sederhana, dan langsung. Ciri pertama yang penting dari premilenialisme adalah pemerintahan Kristus di bumi yang berbentuk oleh kedatangan-Nya yang kedua. Sama dengan postmilenialisme, premilenialisme menyatakan bahwa akan ada satu periode waktu di mana kehendak Allah di lakukan di bumi, periode di mana pemerintahan Kristus menjadi kenyataan di antara manusia. Pemerintahan ini berarti bahwa akan terjadi perdamaian, kebenaran, dan keadilan sepenuhnya di antara manusia.
Ajaran-ajaran Premilenialisme
Dua Kebangkitan
Penganut aliran premilenialisme den gan gigih mempertahankan bahwa kebangkitan yang disebutkan dalam Wahyu 20:4-6 kedua-duanya pada hakikatnya bersifat jasmani. Para penganut premilenialisme menggunakan hermeneutika yang relatif dan harafiah dalam menafsirkan Kitab Suci, khususnya mengenai penyingkapan (Apocalypse). Ini berarti bahwa kata-kata tersebut diartikan secara harafiah jika hal ini tidak menimbulkan ketidaklogisan. Lebih lanjut, para penganut premilenialisme menunjukkan kecenderungan yang kuat terhadap penafsiran Wahyu yang futuristik, dan bukan preteris, historis, atau idealis. Penafsiran preteris mengnggap peristiwa-peristiwa dalam Kitab Wahyu telah terjadi ketika kitab ini ditulis, penafsiran historis menganggap peristiwa-peristiwa ini sebagai peristiwa masa depan ketika kitab itu ditulis, tetapi terjadi sepanjang sejarah gereja; penafsiran idealis atau simbolis melepaskan peristiwa-peristiwa ini dari sejarah, dan membuatnya semata-mata sebagai simbol kebenaran yang tidak terbatas oleh waktu; penafsiran futuristik menganggap peristiwa-peristiwa ini terutama terjadi pada zaman akhir.
Bagian 3 Pandangan-pandangan Tribulsional
Bab VI Dispensasionalisme
Konsep keselamatan dispesasionalisme hanya didapatkan melalui iman.  Beberapa kritikus terhadap dispensasionalisme telah menyalahkan para pendukungnya atas keyakinan pada cara-cara atau saluran keselamatan baru. Tetapi yang lebih benar, para penganut dispensasionalisme mengatakan bahwa sementara terang yang baru itu telah dicurahkan pada hubungan antara Allah dengan manusia, belum ada cara baru untuk memasuki hubungan itu. Para penganut aliran dispensasionalisme utama dengan gigih memprtahankan kesatuan dari keselamatan ini kelahiran baru terjadi pada semua periode hubungan Allah dengan manusia. Tidak seorang pun pernah memasuki persekutuan dengan Allah tanpa iman dan kelahiran baru.
Ajaran-ajaran Dispesasionalisme
Penafsiran Kitab Suci
Ajaran pertama dispensasionalisme adalah bahwa Alkitab harus ditafsirkan secara harafiah. Untuk mengetahui hal ini sepenuhnya, kita harus mengetahui bahwa dispensasionalisme itu muncul pada saat timbul higher criticism yang lebih besar. Para penganut dispensasionalisme berusaha untuk memahami Kitab Suci itu dengan cara yang sangat harafiah.
Israel dan Gereja
Ajaran penting kedua dari dispensasionalisme adalah perbedaan yang tajam dan pasti antara Israel dengan gereja. Pertama bahwa bangsa Israel dan bangsa kafir dikontraskan dalam Perjanjian Baru. Israel disebut sebagai bangsa yang bertentangan dengan bangsa kafir setelah gereja terbentuk pada Pentakosta (Kisah para rasul 3:12; 4:8, 10; 5:21, 31, 35,; 21:28). Dalam Roma 10:1 Paulus berdoa bagi Israel, sebuah refrensi yang jelas terhadap Israel sebagai bangsa yang ‘asli’ yang berbeda dan berada di luar gereja. Implikasinya adalah bahwa istilah bahwa Israel harus selalu dimengerti dalam bentuk yang paling hurafiah yaitu sebagai Israel etnis, nasional, yaitu gereja. Hal ini berarti bahwa semua janji-janji Allah kepada Abraham dan benih keturunannya harus secara harfiah dipenuhi dalam umat Israel yang sesungguhnya, sebagai bangsa. Karena beberapa dari janji-janji ini belum terpenuhi seluruhnya, maka ini akan dipenuhi pada masa yang akan datang. Dengan demikian, Allah pasti memiliki waktu perjanjian khusus dengan bangsa perjanjian yaitu Israel.

Dua Kerajaan
Dispensasionalisme membedakan antara Kerajaan Allah dengan Kerajaan Surga, dan mendasarkan perbedaan ini terutama pada fakta bahwa sebagian besar dari perumpamaan mengenai Kerajaan (surga) dalam Matius 13 tidak didapatkan dalam Kitab Markus dan Lukas. Kerajaan Surga, menurut Scofield, memiliki ciri Yahudi, Mesias, dan Daud. Di lain pihak, Kerajaan Allah bersifat universal.
Bab VII Pretribulasionisme
Titik awal untuk menyelidiki pretribulasionisme adalah pandangannya mengenai hakikat kesengsaraan yang besar. Jelasnya, banyak bagian dalam Alkitab berbicara mengenai kesengsaraan dan perang yang merupakan ciri-ciri pengalaman orang suci dalam semua zaman di mana terjadi perjanjian Penebusan Allah dengan anak-anak-Nya. Yang kedua dan sangat penting dari pretribulasionisme adalah gagasan bahwa Yesus akan datang untuk gereja-Nya sebelum masa kesengsaraan yang besar untuk “mengangkat”nya keluar dari dunia ini. Tujuan dari pengangkatan ini adalah untuk melepaskan gereja dari sejarah dunia selama kesengsaraan tujuh tahun itu.
Kesimpulan
Pandangan-pandangan yang diajukan dan argumentasi-argumentasi yang dikemukakan oleh para penganut diatas, secara keseluruhan, premilenialisme postribulasionalisme tampaknya merupakan hal yang paling baik untuk dilakukan, khususnya penafsiran argumentasi-argumentasi mengenai Wahyu 20, tampak meyakinkan saya. Pada saat yang bersamaan, kesaksian Alkitab tampaknya jelas mendukung penafsiran bahwa gereja akan berada di atas bumi selama masa kesengsaraan, tetapi akan didukung oleh perlindungan dan penyediaan Allah yang penuh kemurahan.
Doktrin mengenai kedatangan Tuhan yang kedua, itu merupakan perbedaan penafsiran dan keyakinan kadang-kadang menjadi dasar terpisahnya persekutuan. Perselisihan yang terjadi itu biasanya diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan ini.
Tanggapan Dalam Buku Ini:
·         Kelebihan. Buku ini dapat membantu para pelajar, mahasiswa, yang mau meyelidiki secara mendalam dan objektif mengenai pandangan-pandangan eskatologis yang terdapat di dalam lingkup yang mana pada suatu hari nanti akan melayani. Dan dapat menambah  wawasan baru bagi setiap pelajar yang ingin mempelajarinya.

·         Kekurangan. Pandangan-pandangan para penganut diatas dapat membingungkan para pembaca apabila tidak memahami dengan baik argumentasi-argumentasi tersebut.