Rabu, 08 Februari 2012

Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi

LAPORAN BACA
Nama               : Benalia Hulu
Semester          : IV (empat)
Dosen              : M.P. Aritonang, M.Th
Buku               : Pandangan Kontemporer Dalam Eskatologi
Pengarang       : Millard J. Erickson
Bagian I Pandangan-pandangan Mengenai latar Belakang
Bab I Schweitzer dan Dodd
Abad kesembilan belas merupakan masa pergolakan teologis dalam berbagai bidang. Sintesa ortodoks, walaupun bervariasi mulai dari Lutheran sampai Reformed dan bahkan Katolik Roma, telah mempertahankan pengertian dasar tentang natur teologi untuk beberapa waktu. Orang Kristen abad sembilanbelas, yang hidup di tengah-tengah perkembangan-perkembangan baru, yakin terhadap satu hal: sebagai orang Kristen, mereka harus memiliki hubungan khusus dan memperhatikan Yesus, yang disebut Kristus. Namun hal ini menimbulkan pertanyaan yang lebih penting, siapakah sebenarnya Yesus? Penyelidikan akan Yesus yang ada dalam sejarah (Yesus historis) merupakan usaha untuk menelusuri kembali pribadi Yesus sebagaimana adanya Dia.
Pengajaran Yesus mengenai kerajaan Allah dianggap sebagai sesuatu yang mendasar dan utama dalam seluruh pandangan dan pesan yang disampaikan-Nya. Albrecht Ritschl, yang memberikan pembahasan cukup luas mengenai doktrin ini, mengatakan bahwa kekristenan bukan sebuah lingkaran yang memiliki satu pusat, melainkan sebuah elips yang memiliki dua titk pusat yaitu doktrin penebusan (karya kasih karunia ilahi) dan kerajaan Allah (aktivitas etis dari manusia). Kerajaan ini adalah masyarakat yang bermoral, yang dibedakan oleh tindakan timbal balik yang dimotivasi oleh kasih. Kerajaan ini dibentuk oleh manusia, tetapi tidak terlepas dari motif-motif agama. Yesus membangun kerajaan ini. Pentingnya Yesus terutama terletak pada kehidupan-Nya, bukan kematian-Nya. Yesus merupakan teladan sempurna dari tipe manusia yang akan dipersatukan dalam kerajaan Allah. Ia adalah perwujudan yang sepenuhnya dari Allah sebagai kasih. Eskatologi Yang Konsisten
Schweitzer merupakan sebuah contoh modern dari seorang jenius yang universal. Schweitzer menerapkan metode pencarian Yesus yang liberal dan menggunakan bahan yang sama. Ia menelusuri jejak para pencari ‘Yesus yang historis’. Sebagai materi yang otentik, dan evaluasinya mengenai hasil mereka agak negativ. Apapun pemecahan akhirnya, ‘Yesus yang historis’ yang akan digambarkan oleh kritik-kritik di masa yang akan datang. Schweitzer menyatakan bahwa Yesus yang dibicarakan dan dituliskan oleh para peneliti liberal tidak memiliki realita sama sekali, ‘Yesus dari Nazaret yang muncul dalam masyarakat sebagai Mesias, yang mengkhotbahkan pengajaran tentang kerajaan Allah, yang membangun kerajaan Allah di Bumi, dan mati untuk memberikan pentahbisan akhir pada pekerjaan-Nya, tidak pernah memiliki eksistensi. Ia adalah sebuah figur yang dirancang oleh rasionalisme, diberi kehidupan oleh riberalisme, dan diselubungi oleh teolegi medern dalam jubah historis.

Eskatologi Yang Direalisasikan
Eskatologi yang direalisasikan, yaitu sebuah gerakan yang secara khusus didentifikasikan dengan Charles H. Dodd (1884-1973), namun juga menjadi pandangan beberapa orang lainnya. Eskatologi ini memiliki ciri yang sama dengan eskatologi yang konsisten yaitu: melihat motif eskatologi menembus Kitab Suci, dan khususnya pengajaran-pengajaran Yesus. Walaupun demikian, eskatologi konsisten menganggap peristiwa-peristiwa yang diantisipasi oleh Yesus sebagai peristiwa yang tidak pernah terjadi, sedangkan Dodd mengatakan bahwa peristiwa-peristiwa ini telah terjadi. Pandanganya mengenai eskatologi merupakan sesuatu yang kadang-kadang disebut ‘preteris’.
Eskatologi yang direalisasikan menentang gagasan mengenai masa yang akan datang dalam kaitan dengan pengajaran-pengajaran Yesus. Yesus tidak berbicara mengenai peristiwa-peristiwa akan datang yang belum terpenuhi. ‘hal-hal yuang harus tiba’ sudah tiba. Kitab Suci menunjukkan kontras yang tajam antara ‘zaman ini’ dan ‘zaman akan datang’. Dalam nubuat-nubuat Perjanjian Lama kontras ini berpusat pada hari Tuhan, yang ditandai oleh tiga hal yaitu: hari itu bersifat supernatural; hari Tuhan akan mencakup penggulingan kekuasaan jahat, dan juga penghakiman dosa-dosa umat manusia ketika hari Tuhan itu datang, akan ada keadilan; karena kehendak Allah bagi manusia adalah kesempurnaan hidup gambar Allah dan dalam persekutuan dengan-Nya, maka hari Tuhan akan membawa kehidupan yang baru pada orang-prang, di mana melalui mereka kehendaak Allah itu terpenuhi.
Kekuatan dari eskatologi yang direalisasikan adalah Pengajaran bahwa banyak dari eskatologi yang dibicarakan oleh Yesus sudah dipenuhi atau sedang dipenuhi pada zaman-Nya. Dalam Kristus masa depan itu telah datang, atau setidaknya masa depan itu telah dimulai.
Bab II Bultmann dan moltmann
Eskatologi Eksistensial. Bultmann tidak menulis sebagai seorang ahli teologi yang sistematis melainkan sebagai sarjan Perjanjian Baru. Ia mendapat banyak hal yang bersifat mitologis. Yang dimaksudkannya dengan mitos adalah uraian mengenai realitas-realitas dunia lain yang diambil  dari dunia ini. Ada tiga cara untuk membahas mitologi dalam Perjanjian Baru. Pertama adalah semata-mata dengan menerimanya secara hurufiah, dan hal inilah yang dilakukan oleh fundamentalisme. Namun, Bultmann mengatakan, hal ini jelas tidak mungkin bagi manusia modern berdasarkan konsep ilmiah tentang realitas yang ada sekarang. Revolusi  Copernicus berpendapat manusia-manusia yang sudah maju dalam pemikiran tidak mungkin menganggap alam semesta ini sebagai alam yang terdiri atas ‘bagian atas’, dan ‘bagian bawah’, atau bersesuaian dengan kerangka referensi ruang. Konsep semacam ini tidak lagi memiliki arti. Demikian pula pengetahuan medis telah mengungkapkan bahwa penyakit tidaklah disebabkan oleh kerasukan setan, melainkan oleh bakteri, virus dan organisme-organisme lain.
Cara yang kedua untuk membahas mitologi Perjanjian Baru adalah cara liberalisme: menolak unsur-unsur mitologis dari Perjanjian Baru. Para penganut liberalisme berusaha untuk mempertahankan pesan Perjanjian Baru., tetapi tanpa unsur-unsur yang sekarang tidak dapat dipertahankan lagi. Bultmann menyebut hal ini sebagai metode seleksi atau pengurangan. Sayangnya, katanya, hal ini tiduk mungkin. Dalam banyak segi, hal-hal yang mitologis itu sangat berkaitan dengan hal-hal yang non mitologis sehingga keduanya pada dasarnya tidak terpisahkan.
Cara yang ketiga untuk membahas mitologi perjanjian baru adalah cara yang diyakini oleh Bultmann sebagai cara yang superior: yaitu tidak menerima mitologi secara harafiah atau menolaknya, melainkan menafsirkannya. Ia menganggap serius mitos itu sebagi sesuatu yang sungguh-sungguh membawa pesan, tetapi tidak secara haraifah. Proses ini dikenal sebagai demitologisasi, sebuah istilah yang  mengisahkan sesuatu untuk diharapkan karena hal ini menyatakan bahwa mitos ini dihapuskan. Sebaliknya, mitos ditafsirkan kembali, dibiarkan tetap ada, tetapi kita memberikan karakter yang berbeda. Bultmann berusaha untuk memahami mitos tersebut dalam bentuk pengertian yang eksistensial dan bukan harafiah.
Teologi Pengharapan.
Pada pertengahan tahun 1960-an muncul sebuah teologi baru yang dengan tegas menekankan eskatologi bukan sebagai salah satu doktrin yang paling  penting dari iman Kristen, juga bukan senagi doktrin yang paling penting, melainkan sebagai keseluruhan teologi. Teologi ini dengan cepat diberi nama teologi pengharapan dan secara khusus didentifikasikan dengan Jurgen Moltmann, yang sekarang adalah professor teologi di University of Tubingen. Untuk memahami teologi ini, kita harus melihat dari konteksengalaman pribadi Moltmann dan juga pengaruh budaya yang luas. Moltmann melihat pentingnya pengharapan, bahkan pengharapan untuk bertahan hidup secara jasmani, tetapi pada dasarnya kami tidak skeptic ataupun menarik diri. Pada tahun 1957 ahli teologi Belanda Arnold A. Van Ruler memperkenalkan Moltmann pada eskatologi. Tetapi baru melalui pembacaan ahli filsafat Marxis Ernas Bloch ia menjadi terbuka dan tertantang oleh kosep pengharapan. Tetapi yang baik untuk memulai penyelidikan tentang teologi eskatologi dari Moltmann adalah memperhatikan hakikat apologetiknya. Ini merupakan suatu usaha untuk menunjukkan relevansi iman Kristen dengan cara mengaitkannya secara pasti dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh dunia sekuler. Ia melihat banyak orang merasa yakin bahwa teologi Kristen telah menjadi tidak relevan, berpusat pada diri sendiri dan individualistic, lepas kontak dari realitas.
Kesulitan yang meluas memberikan tantangan baru untuk teologi. Dua pengalaman menggarisbawahi situasi yang baru ini. Yang pertama adalah perbincangan dengan para penganut aliran ateis, humenis, dan marxis modern,  dimana seorang selalu sampai pada pengetahuan adanya jurang yang mendalam pada zaman modern pada saat yang bersamaan, karena kebutuhan pengharapan telah muncul pengharapan yang duniawi akan masa depan dunia tetapi tanpa iman kepada Allah. Yang kedua ada ketidakjelasan tertentu mengenai teologi tersebut seharusnya sangat tepat sama sekali tidak jelas apa seharusnya aktifitas gereja, atau efek sikap manusiawi ini. Ada pertentangan yang cukup besar mengenai sejauh mana pengharapan yang dinyatakan dan dikehendaki oleh Multmann bersifat duniawi, sebuah masyarakat baru yang akan diwujudkan di bumi, dan sejauh man hal ini bersifat baka, yaitu sesuatu yang akan dialami setelah kehidupan dalam kerajaan surga berdasarkan apa yang ada, teologi ini mengungkapkan panggilan terhadap gereja yang didukung dengan baik dan dinyatakan dengan jelas untuk menyatakan pengaruhnya dalam mengubah dunia untuk membentuk masa depan tetapi bagaimana bentuk masa depan itu atau apa yang harus dilakukan oleh gereja masih sangat tidak jelas.
Bagian II Pandangan-pandangan Tentang Milenium
Bab III Postmilenialisme
Tinjauan mengenai Postmilenialisme. Yang pertama adalah bahwa Kerajaan Allah itu terutama merupakan realitas pada saat uini; kerajaan itu ada di bumi. Kerajaan itu bukan sebuah dunia atau daerah kekuasaan di mana Tuhan memerintah. Lebih tepatnya, kerajaan itu adalah pemerintahan Kristus dalam hati manusia. Dimanapun manusia percaya kepada Yesus Kristus, menyerahkan diri mereka kepada-Nya dan menaati-Nya, kerajaan itu hadir. Dan kerajaan itu juga bukan sesuatu yang terjadi melalui perubahan yang besar di masa yang akan datang. Yang kedua, para penganut postmilenialisme mengharapkan pertobatan dari semua bangsa sebelum kedatangan Kristus. Pengajaran Injil akan efektif. Ini bukan usaha manusia, yang dicapai melalui keterampilan yang tinggi atau metodologi yang diasah dengan baik, melainkan hasil perbuatan ilahi, yang dicapi melalui Roh Kudus. Yang menghukum dan membaharui manusia. Pengajaran yang ketiga dari postmilenialisme adalah pengharapan akan periode perdamaian yang panjang di bumi yang disebut dengan milenium. Ketika lebih banyak orang menyerahkan diri mereka pada rencana Allah dan mulai mempraktekkan pengajaran dan cara hidup yang ditetapkan-Nya, perdamaian akan merupakan akibat wajar daripadanya.
Yang keempat, membedakan: pertumbuhan kerajaan secara bertahap. Sebuah milenialisme pada zaman kita, menyatakan bahwa pemerintahan milenium akan dimulai dengan cara tiba-tiba dan dramatis, melalui kedatangan Tuhan yang tampak secara jasmani. Konsep postmilenial, di pihak lain, adalah bahwa penyebaran Injil yang terus meningkat akan memperkenalkan kerajaan Allah. Yang kelima, pada akhir milenuim akan ada saat kemurtadan dan gejolak kejahatan yang terjadi sehubungan dengan munculnya Antikristus.
Ajaran-ajaran Postmilenialisme.
·         Penyebaran Injil
Pertama, nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama menciptakan pengharapan ini. Salah satu nubuat terdapat pada Yesaya 45:22-25. ‘berpalinglah kepadaKu dan biarkanlah dirimu diselamatkan, hai ujung-ujung bumi!....dst’. walaupun kutipan ini merupakan sebagian dari bacaaan yang berbicara mengenai perjanjian Yahweh dengan bangsa-Nya yang terpilih yaitu Israel, kutipan tersebut tampaknya berbicara mengenai penerimaan yang universal terhadap-Nya, dan dengan demikian pemerintahan yang universal oleh-Nya. Kedua, Yesus berulang kali mengatakan bahwa Injil akan dikhotbahkan ke seluruh dunia dan bahwa hal ini akan terjadi sebelum kedatangan-Nya kedua. Ketiga, perintah agung yang diberikan Kristus kepada Rasul-Nya setelah kebangkitan-Nya adalah membawa berita Injil kepada setiap bangsa dan setiap mkhluk. Proses pemberitaan Injil ini harus terus berlangsung sampai pada akhir zaman.
·         Hakikat Kerajaan Allah
Ciri yang penting dari postmilenialisme adalah pandangannya bahwa Kerajaan Allah merupakan realitas dunia pada saat ini, dan bukan realitas surga di masa yang akan datang. Kerajaan Allah itu ada di sini pada saat ini, dan kerajaan itu berkembang secara bertahap, dan hampir tidak dapat kita lihat atau rasakan. Yesus secara luas mendiskusikan kerajaan itu dalam perumpamaan-perumpamaan, khususnya perumpamaan dalam Matius 13. Dari antara tujuh perumpamaan yang tercatat dalam bab itu, empat di antaranya membandingkan Kerajaan Surga dengan proses pertumbuhan. Karena itu adalah sesuai dengan hukum perkembangan alam jika proses yang bertahap ditandai oleh peristiwa-peristiwa yang dramatis atau mengalami perubahan yang besar. Hal ini tampak jelas dalam sejarah peranjian Allah dengan umat-Nya.
·         Hakikat Milenium
Boettner merasa bahwa arti dari milenium lebih bersifat kualitatif dibandingkan kuantitatif. Satu penafsiran adalah bahwa kebangkitan yang pertama mengacu pada dihidupkannay kembali roh-roh dari orang-orang yang menjadi martir pada sejarah awal gereja. Pandangan lainnya adalah bahwa kebangkitan yang pertama mengacu kepada kenaikan para martir ini ke surga, yang sekarang memerintah bersama Kristus di dalam suatu keadaan yang kadang-kadang disebut sebagai ‘keadaan yang segera’.
Bab IV Amilenialisme
Ciri-ciri umum dari amilenialisme, kita dapat melakukannya paling baik dengan cara memperhatikan ajaran-ajarannya yang sesuai dengan postmilenialisme.  Yang pertama adalah bahwa kedatangan Kristus yang kedua akan memulai akhir zaman dan keadaan final (final state), baik dari orang beriman maupun orang tidak beriman. Ciri kedua adalah bahwa masa seribu tahun dalam Wahyu 20 lebih bersifat simbolis daripada harafiah, dan tidak bersifat sementara. Para penganut postmilenialisme percaya pada pemerintahan Kristus di bumi tanpa kehadiran Kristus. Walaupun demikian, keyakinan ini tidak didasarkan pada Wahyu 20; sesungguhnya, bagian ini dianggap sebagai bacaan yang tidak relevan dengan masalah di atas. Para penganut amilenialisme sependapat bahwa kedua kebangkitan tersebut tidak semuanya bersifat jasmani. Tetapi beberapa penganut amilenialisme menganggap kebangkitan yang pertama bersifat rohani dan yang kedua jasmani; yang lain lagi menganggap kedua kebangkitan tersebut bersifat rohani.
Persamaan antara amilenialisme dan premilenialisme. Yang pertama adalah pandangan yang pesimis. Para penganut amilenialisme tidak mengantisipasi perkembangan kebenaran yang meluas ke seluruh dunia dan yang akan menembus setiap bidang dalam masyarakat.

Ajaran-ajaran Amilenialisme
Dua Kebangkitan
Unsur yang penting dalam amilenialisme adalah pembahasannya mengenai dua kebangkitan yang dinyatakan dalam Wahyu 20:4-5, ‘dan mereka hidup kembali (kebangkitan yang pertama) dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun. Tetapi orang-orang mati yang lain tidak bangkit sebelum berakhir masa seribu tahun itu’. Kebangkitan pertama menurut penganut amilenialisme, bersifat rohani, sedangkan yang kedua mungkin bersifat jasmani atau rohani. Sebagian besar penganut amilenialisme menganggap kebangkitan yang kedua bersifat jasmani, dan para penulis seperti Floyd E. Hamilton telah mengemukakan beberapa argumentasi untuk pandangan ini.
Para penganut premilenialisme biasanya memusatkan kritik-kritik mereka terhadap penafsiran amilenialisme mengenai kedua kebangkitan ini pada fakta bahwa digunakan kata Yunani yang untuk kedua kebangkitan tersebut, “Mereka hidup kembali (ezesan) dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan kristus untuk masa seribu tahun. Tetapi orang-orang mati yang lain tidak bangkit (ezesan) sebelum berakhir masa yang seribu tahun itu”. Para penganut premilenialisme beragumentasi bahwa tidak ada dasar yang kokoh untuk menyatakan kedua jenis kebangkitan ini berbeda. Jika yang satu bersifat jasmani, maka yang lainnya pasti bersifat jasmani. Pandangan Hughes: kedua kebangkitan di atas pada hakikatnya sama. Kebangkitan yang pertama bersifat rohani, kenaikan jiwa ke surga. Kebangkitan yang kedua juga bersifat rohani, tetapi hal ini pada dasarnya bersifat hipotesis. Bacaan ini dalam keseluruhannya menggambarkan jiwa-jiwa yang dibebaskan dalam keadaan masih melayang-layang, dan tidak mengatakan apa-apa mengenai kebangkitan tubuh.
 Bab V Premilenialisme
Dalam premilenialisme terdapat pandangan yang agak populer, khususnya dalam lingkup penginjilan atau konservatif. Dalam beberapa hal pandangan ini jelas, pasti, sederhana, dan langsung. Ciri pertama yang penting dari premilenialisme adalah pemerintahan Kristus di bumi yang berbentuk oleh kedatangan-Nya yang kedua. Sama dengan postmilenialisme, premilenialisme menyatakan bahwa akan ada satu periode waktu di mana kehendak Allah di lakukan di bumi, periode di mana pemerintahan Kristus menjadi kenyataan di antara manusia. Pemerintahan ini berarti bahwa akan terjadi perdamaian, kebenaran, dan keadilan sepenuhnya di antara manusia.
Ajaran-ajaran Premilenialisme
Dua Kebangkitan
Penganut aliran premilenialisme den gan gigih mempertahankan bahwa kebangkitan yang disebutkan dalam Wahyu 20:4-6 kedua-duanya pada hakikatnya bersifat jasmani. Para penganut premilenialisme menggunakan hermeneutika yang relatif dan harafiah dalam menafsirkan Kitab Suci, khususnya mengenai penyingkapan (Apocalypse). Ini berarti bahwa kata-kata tersebut diartikan secara harafiah jika hal ini tidak menimbulkan ketidaklogisan. Lebih lanjut, para penganut premilenialisme menunjukkan kecenderungan yang kuat terhadap penafsiran Wahyu yang futuristik, dan bukan preteris, historis, atau idealis. Penafsiran preteris mengnggap peristiwa-peristiwa dalam Kitab Wahyu telah terjadi ketika kitab ini ditulis, penafsiran historis menganggap peristiwa-peristiwa ini sebagai peristiwa masa depan ketika kitab itu ditulis, tetapi terjadi sepanjang sejarah gereja; penafsiran idealis atau simbolis melepaskan peristiwa-peristiwa ini dari sejarah, dan membuatnya semata-mata sebagai simbol kebenaran yang tidak terbatas oleh waktu; penafsiran futuristik menganggap peristiwa-peristiwa ini terutama terjadi pada zaman akhir.
Bagian 3 Pandangan-pandangan Tribulsional
Bab VI Dispensasionalisme
Konsep keselamatan dispesasionalisme hanya didapatkan melalui iman.  Beberapa kritikus terhadap dispensasionalisme telah menyalahkan para pendukungnya atas keyakinan pada cara-cara atau saluran keselamatan baru. Tetapi yang lebih benar, para penganut dispensasionalisme mengatakan bahwa sementara terang yang baru itu telah dicurahkan pada hubungan antara Allah dengan manusia, belum ada cara baru untuk memasuki hubungan itu. Para penganut aliran dispensasionalisme utama dengan gigih memprtahankan kesatuan dari keselamatan ini kelahiran baru terjadi pada semua periode hubungan Allah dengan manusia. Tidak seorang pun pernah memasuki persekutuan dengan Allah tanpa iman dan kelahiran baru.
Ajaran-ajaran Dispesasionalisme
Penafsiran Kitab Suci
Ajaran pertama dispensasionalisme adalah bahwa Alkitab harus ditafsirkan secara harafiah. Untuk mengetahui hal ini sepenuhnya, kita harus mengetahui bahwa dispensasionalisme itu muncul pada saat timbul higher criticism yang lebih besar. Para penganut dispensasionalisme berusaha untuk memahami Kitab Suci itu dengan cara yang sangat harafiah.
Israel dan Gereja
Ajaran penting kedua dari dispensasionalisme adalah perbedaan yang tajam dan pasti antara Israel dengan gereja. Pertama bahwa bangsa Israel dan bangsa kafir dikontraskan dalam Perjanjian Baru. Israel disebut sebagai bangsa yang bertentangan dengan bangsa kafir setelah gereja terbentuk pada Pentakosta (Kisah para rasul 3:12; 4:8, 10; 5:21, 31, 35,; 21:28). Dalam Roma 10:1 Paulus berdoa bagi Israel, sebuah refrensi yang jelas terhadap Israel sebagai bangsa yang ‘asli’ yang berbeda dan berada di luar gereja. Implikasinya adalah bahwa istilah bahwa Israel harus selalu dimengerti dalam bentuk yang paling hurafiah yaitu sebagai Israel etnis, nasional, yaitu gereja. Hal ini berarti bahwa semua janji-janji Allah kepada Abraham dan benih keturunannya harus secara harfiah dipenuhi dalam umat Israel yang sesungguhnya, sebagai bangsa. Karena beberapa dari janji-janji ini belum terpenuhi seluruhnya, maka ini akan dipenuhi pada masa yang akan datang. Dengan demikian, Allah pasti memiliki waktu perjanjian khusus dengan bangsa perjanjian yaitu Israel.

Dua Kerajaan
Dispensasionalisme membedakan antara Kerajaan Allah dengan Kerajaan Surga, dan mendasarkan perbedaan ini terutama pada fakta bahwa sebagian besar dari perumpamaan mengenai Kerajaan (surga) dalam Matius 13 tidak didapatkan dalam Kitab Markus dan Lukas. Kerajaan Surga, menurut Scofield, memiliki ciri Yahudi, Mesias, dan Daud. Di lain pihak, Kerajaan Allah bersifat universal.
Bab VII Pretribulasionisme
Titik awal untuk menyelidiki pretribulasionisme adalah pandangannya mengenai hakikat kesengsaraan yang besar. Jelasnya, banyak bagian dalam Alkitab berbicara mengenai kesengsaraan dan perang yang merupakan ciri-ciri pengalaman orang suci dalam semua zaman di mana terjadi perjanjian Penebusan Allah dengan anak-anak-Nya. Yang kedua dan sangat penting dari pretribulasionisme adalah gagasan bahwa Yesus akan datang untuk gereja-Nya sebelum masa kesengsaraan yang besar untuk “mengangkat”nya keluar dari dunia ini. Tujuan dari pengangkatan ini adalah untuk melepaskan gereja dari sejarah dunia selama kesengsaraan tujuh tahun itu.
Kesimpulan
Pandangan-pandangan yang diajukan dan argumentasi-argumentasi yang dikemukakan oleh para penganut diatas, secara keseluruhan, premilenialisme postribulasionalisme tampaknya merupakan hal yang paling baik untuk dilakukan, khususnya penafsiran argumentasi-argumentasi mengenai Wahyu 20, tampak meyakinkan saya. Pada saat yang bersamaan, kesaksian Alkitab tampaknya jelas mendukung penafsiran bahwa gereja akan berada di atas bumi selama masa kesengsaraan, tetapi akan didukung oleh perlindungan dan penyediaan Allah yang penuh kemurahan.
Doktrin mengenai kedatangan Tuhan yang kedua, itu merupakan perbedaan penafsiran dan keyakinan kadang-kadang menjadi dasar terpisahnya persekutuan. Perselisihan yang terjadi itu biasanya diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan ini.
Tanggapan Dalam Buku Ini:
·         Kelebihan. Buku ini dapat membantu para pelajar, mahasiswa, yang mau meyelidiki secara mendalam dan objektif mengenai pandangan-pandangan eskatologis yang terdapat di dalam lingkup yang mana pada suatu hari nanti akan melayani. Dan dapat menambah  wawasan baru bagi setiap pelajar yang ingin mempelajarinya.

·         Kekurangan. Pandangan-pandangan para penganut diatas dapat membingungkan para pembaca apabila tidak memahami dengan baik argumentasi-argumentasi tersebut.

1 komentar:

  1. Casinos Near Me - MDMCD.com
    Find the closest casinos 의정부 출장마사지 near you in Maryland in MD with 광양 출장샵 Dr.MD. Find your 통영 출장마사지 nearest casinos with 시흥 출장안마 locations in 777 논산 출장샵 Casino Center Boulevard, Charles Town, Washington

    BalasHapus